The Blog

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negera akan dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada Senin (26/08) di Istana Merdeka, Jakarta.

Jokowi didampingi, Wakil Presiden Jusuf Kalla berserta para menteri dijajaran kabinetnya mengatakan, rencana pemindahan ibu kota sudah digagas sejak lama, bahkan sejak era presiden pertama Soekarno. Sebagai bangsa yang besar dan sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya.

“Beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa,” Kata Jokowi di Istana Senin siang. Presiden juga menambahkan, bandara udara (airport), dan pelabuhan terbesar di Indonesia juga ada di Jakarta semakin menambah berat beban dari Jakarta.

Masih menurut Presiden RI, pemindahan ibu kota dikarenakan beban Pulau Jawa semakin berat, dengan penduduk 150 juta atau 54% dari total penduduk Indonesia, 58% PDB (Produk Domestik Bruto) dan Pulau Jawa sebagai ketahanan pangan. “ Beban ini akan semakin berat bila ibu kota pemerintahan pindahnya tetap di Pulau Jawa,” kata Presiden Jokowi.

Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUDA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Muhammad Zuhdi mengatakan, kita harus belajar memberikan kepercayaan kepada pemerintah yang sudah terpilih secara legitimasi dan sesuai mekanisme demokrasi yang berlaku. “Problemnya hari ini adalah pihak-pihak yang menyebut dirinya sebagai oposisi hanya melihat sisi yang sangat berbeda, katanya saat ditemui seusai mengajar.

Dosen pengajar sosiologi pedesaan dan perkotaan di IAIN Kediri ini menambahkan, kecenderungan sekarang adalah menilai rezim yang sudah terpilih, menjadi anti tesis. Pihak-pihak yang dikatakan sebagai oposisi cenderung menilai apapun yang dilakukan oleh pemerintah pasti salah dan keliru. Jadi, oposisi menempatkan diri pada kutub yang bersebrangan dan sangat ekstrim. Kita juga perlu memberikan apresiasi kepada pemerintah manakala produk kebijakannya baik.

“Kita masih jarang memberikan apresiasi terhadap keberhasilan pihak yang besebrangan dengan kita. Sejelek-jeleknya pemerintahan apakah semua produk kebijakannya itu jelek, pasti ada satu atau dua dari produk kebijakan yang berhasil dan layak diapresiasi,” kata Muhammad Zuhdi.

Dia menambahkan, penting memberikan kepercayaan kepada pemerintah terpilih tentang memilih kebijakan. Persoalan memberikan masukan dan kritik jangan asal beda tetapi harus objektif, akademis, dan ada riset yang mendalam.

Pemindahan ibu kota ke luar Jawa, dapat mengakhiri stigma Jawa Sentris yang ada di Indonesia. Orientasi tentang kebijakan pembangunan tidak lagi berpusat di Jawa nantinya. Tentang pembangunan di luar Jawa yang mulai intensif di era Jokowi juga perlu diberikan apresiasi. Pemindahan ibu kota merupakan bentuk komitmen dan kesungguhan pemerintah dalam pemerataan pembangunan.

Sedangkan menurut Kepala Pusat Penelitian, LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) IAIN Kediri, Ropingi mengatakan, bahwa teknologi yang berkembang pesat saat ini sebenarnya dapat membantu pemerintah pusat untuk mendongkrak pembangunan tanpa memindah ibu kota ke Kalimantan. “Pemindahan ibu kota menurut saya tidak terlalu relevan, untuk mengenjot pembangunan daerah-daerah pinggiran yang ada di Indonesia karena bisa difasilitasi dengan perangkat teknologi, katanya di Laboratorium KAKA Media Selasa (04/09).

Dia menambahkan dengan pemindahan ibu kota negara, tidak serta merta, meningkatkan pembangunan di pelosok-pelosok daerah di Indonesia. Apalagi biaya pemindahan ibu kota sangat besar. Pemindahan ibu kota dikhawatirkan justru memindahkan persoalan. Pemerintah akan fokus terhadap pembangunan sarana prasarana dan fasilitas pemerintah pusat di ibu kota baru. Anggaran yang semestinya dapat digunakan untuk membangun daerah-daerah yang jauh dari ibu kota, pada akhirnya akan tersedot untuk pemindahan ibu kota. Sehingga tujuan untuk meningkatkan pembangunan di daerah pelosok menjadi tidak tepat sasaran. Dipindahnya ibu kota negara juga akan menimbulkan pegeseran budaya dengan masyarakat di ibu kota baru, kata Kepala Pusat Penelitian LPPM IAIN Kediri menjelaskan. (as)