Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri mengadakan Stadium General bertemakan “Urgensi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah” di Aula Rektorat Lantai Empat IAIN Kediri, Kamis (26/09). Narasumber dalam acara tersebut adalah Hasanudin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta.
Saat diwawancarai pada Kamis (26/09), Hasanudin mengatakan bahwa Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah sangat urgen. Karena, sejak tahun 2006, penyelesaian sengketa ekonomi syariah dilimpahkan ke Pengadilan Agama. Sejak saat itu Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Kewenangan ini merupakan hal baru. Tentu, hakim memerlukan pedoman yang dapat dijadikan sebagai pegangan dalam menyelesaikan sengketa. Sementara ini, Makamah Agung (MA) melihat ada kekosongan hukum. Belum ada pedoman yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk menangani sengketa ekonomi syariah. Untuk itu, diterbitkanlah Peraturan MA, yang berisi instruksi bagi para hakim di Pengadilan Agama untuk menjadikan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Namun demikian, tidak semua aturan tercantum dalam KHES. Oleh karena itu, “di poin berikutnya, walaupun ada KHES hakim harus tetap mencari alternatif-alternatif hukum lain di luar KHES demi menjaga atau mewujudkan rasa keadilan dan kebenaran bagi para pihak,” terang Hasanudin saat diwawancara di Gedung Rektorat Lantai Tiga. Selain itu, dalam masalah perdata, hakim harus memahami betul tentang yang dilakukan oleh para pihak yang sedang bersengketa.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan penyusunan akad yang menggunakan prinsip syariah harus mengikuti Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimungkinkan ada dua macam bank, bank konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil diatur oleh Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 1992. Di dalamnya dikatakan bahwa prinsip syariah adalah aturan-aturan hukum Islam yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang diangkat dan direkomendasikan oleh MUI.
Tahun 1998 ditetapkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No 7 Tahun 1992. Dalam Undang-Undang ini secara tegas menyebutkan Bank Syariah. “Jadi ada Bank Konvensional dan Bank Syariah,” kata Hasanudin. Kesyariahannya diatur di berbagai peraturan Bank Indonesia (BI) dan Fatwa DSN-MUI.
Dewan Syari’ah Nasional (DSN) adalah badan tersendiri yang secara structural berada di bawah MUI yang bertugas untuk merumuskan fatwa yang bisa dijadikan sebagai panduan bagi para praktisi di bidang keuangan dan ekonomi syariah. Fatwa DSN kemudian diadopsi menjadi Peraturan Perundang-undangan. Menurut Munir, salah satu panitia penyelenggara, tema ini sengaja diangkat dalam kegiatan ini karena sejak tahun 2006 pengadilan agama sudah memiliki payung hukum untuk menyelesaikan sengketa pelaku bisnis syariah. Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dibutuhkan bagi pengadilan agama sebagai landasan dalam penyelesaian sengketa perkara ekonomi syari’ah. (as)