IAIN Kediri – Pemahaman yang salah terkait kesetaraan gender bisa menjadi sebuah hal yang menyeramkan. Kesetaraan gender sendiri jangan sampai kebablasan, harus diimbangi dengan pendidikan kodrat.
Demikian disampaikan oleh Ketua penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Jawa Timur, Arumi Bachsin, di aula lantai empat Perpustakaan IAIN Kediri Selasa, 26 November 2019.
“Kesetaraan gender ini, kadang-kadang kalau salah perspektif juga jadi serem,” ujar Arumi.
Arumi menilai perempuan hadir bukan untuk melebihi laki-laki, perempuan hadir untuk menyeimbangkan keadaan. Karena menurut Arumi, bila perempuan yang mendominasi juga tidak akan baik.
Dalam kesempatan itu Arumi menyampaikan kontribusi perempuan dalam bidang ekonomi masih sangat kecil. Padahal menurutnya potensi yang dimiliki perempuan sangat luar biasa. Ia mengharapkan perempuan juga dapat menjadi produsen tidak hanya berperan sebagai konsumen saja.
“Karena yang berpikir logical thinking dan strategic thinking itu ada di otaknya laki-laki, tetapi perempuan punya rasa, perempuan punya pandangan-pandangan, sentuhan tersendiri yang membuat semuanya jadi lebih balance. Itu yang kita harapkan dari perekonomian juga, sehingga strategic dan logical thingking disatukan dengan sense harapanya bisa balance dan jauh lebih stabil,” terang Arumi kepada peserta seminar.
Ketua PGSA IAIN Kediri Sardjuningsih yang bertindak juga sebagai narasumber seminar mengatakan, acara ini merupakan bentuk sosialisasi kepada masyarakat Kediri dan sekitarnya tentang kesetaraan gender.
“Oleh karena itu, kita mencoba untuk selalu menggerakan masyarakat untuk memperkuat kesadaran mereka, bagaimana (untuk) berbuat adil secara gender. Kemudian memperlakukan orang-orang marjinal secara setara,” kata Sardjuningsih Selasa (26/11/2019) yang ditemui di sela-sela kegiatan seminar.
Sardjuningsih memandang sebagian masyarakat masih memaknai kesetaraan gender secara keliru. Padahal, menurutnya, kesetaraan gender merupakan sikap adil terhadap semua kelompok sosial, baik laki-laki maupun perempuan.
“Jadi, kesetaraan gender jangan diartikan sebagai bentuk daripada keinginan kaum perempuan untuk dihargai, untuk dihormati. Bukan. Kita ini menghargai, menghormati itu sesuai dengan proposi kita masing-masing. Karena kesetaraan gender itu adalah bagaimana masyarakat berlaku adil dari pikiran sampai kepada tindakan terhadap semua kelompok jenis kelamin,” ujar Sardjuningsih.
Seminar Nasional dengan tema “Problema Sosio Kultural Kesetaraan Gender” diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Kediri dengan menghadirkan empat narasumber. Selain Arumi dan Sardjuningsih, Ketua PGSA UIN Maliki Malang, Isti’adah, dan Ketua PGSA UIN Sunan Ampel Surabaya, Rochimah, juga hadir sebagai narasumber. Acara tersebut dipandu oleh Khaerul Umam sebagai moderator.
Ketua PGSA UIN Sunan Ampel Surabaya, Rochimah, menyampaikan materi terkait urgensi keadilan gender dalam bidang pendidikan. Sedangkan, Isti’adah, Ketua PGSA UIN Maliki Malang memberikan materi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Lebih dari 200 orang peserta yang hadir dalam acara seminar tersebut. Mereka terdiri dari perwakilan dinas-dinas di Kota Kediri, perwakilan media, ormas Islam, mahasiswa dan dosen IAIN Kediri. (as)