The Blog

IAIN Kediri Newsroom – Di era media sosial dan digital sekarang masyarakat dihujani derasnya arus informasi. Internet telah menjadi tempat bagi kebanyakan orang untuk mengakses informasi, akan tetapi, tidak semua yang dibaca di internet semuanya benar.
Ada banyak berita palsu atau hoax yang bertebaran di internet, utamanya di media sosial. Redaktur Harian Disway, Doan Widhiandono mengatakan, hoax atau kabar bohong menunggangi empati personal seseorang. Menurutnya, hal tersebutlah yang menyebabkan berita hoax mudah tersebar.
“Hoax menunggangi empati, dan kegelisahan, kemarahan personal seseorang. Akhirnya berita hoax gampang menyebar,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam seminar daring, Jurnalisme di tengah gelombang Hoax, yang diselenggarakan oleh Lab Komunikasi IAIN Kediri, Rabu (23/9) pagi.
Di hadapan puluhan peserta, Ia mengatakan untuk mengakses informasi lewat internet, netizen perlu melakukan disiplin verifikasi dan meningkatkan kemampuan literasi. Lebih lanjut, Doan menjelaskan aneka pakem jurnalistik yang dibangun dan dijaga bertahun-tahun tengah terkoyak-koyak oleh media digital saat ini.
Sementara itu, narasumber lain CEO bacaini.id, Hari Tri, dalam penjelasannya mengatakan bahwa asal muasal hoax adalah buzzer politik. Ia menjelaskan buzzer lahir bersamaan dengan munculnya media sosial twitter pada 2009 lalu.
Kata Hari, awalnya buzzer digunakan untuk mendongkrak penjualan dengan memasifkan promosi. Tetapi fungsinya berubah ketika masuk dalam ranah politik di tahun 2012.
“Fungsi buzzer kemudian berubah pada 2012 ketika pasangan Jokowi-Ahok menggunakan pasukan media sosial untuk mendorong segala wacana atau isu politik,” papar Hari dalam materinya.
Menurutnya, penggunaan buzzer media sosial banyak dipilih dikarenakan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibanding dengan media arus utama atau mainstream. Buzzer tidak selamanya berkonotasi negatif, manakala buzzer digunakan sebagai sosilisasi program-program pemerintah.

Sumber: HUMAS IAIN Kediri
Penulis : Andi Sebastian
Editor : Ropingi el Ishaq