IAIN Kediri Newsroom – Salah satu acara rangkaian Dies Natalis IAIN Kediri adalah pelaksanaan webinar internasional dengan tema “Religious Moderation: Indonesia’s Expereince for World Peace” pada Kamis (16/09/2021) secara daring. Acara ini menghadirkan Guru Besar Hobart and William Smith Colleges, Geneva, New York, America, Etin Anwar sebagai narasumber bersama dengan cendekiawan muslim, Zuhairi Misrawi, dan Guru Besar IAIN Kediri, Fauzan Saleh.
Acara yang dilaksanakan secara daring ini dibuka secara resmi oleh Rektor IAIN Kediri, Nur Chamid. Menurut Nur Chamid, tema webinar ini sangat menarik karena moderasi beragama adalah akar dalam mempraktikkan ajaran agama agar seorang pemeluk agama tidak terjebak dalam ekstrem salah satu sisi. Lebih jauh, beliau menyatakan keterkaitan Indonesia dengan konsep moderasi beragama yang cukup esensial.
“Indonesia secara kodrati, majemuk, memiliki akar kultural yang cukup kuat, juga memiliki modal sosial sebagai landasan moderasi beragama. Dengan kenyataan demikian, maka relevan untuk kegiatan ini mengambil tema tentang moderasi umat beragama yaitu Indonesia untuk tempat berteduh bagi semua agama,” jelasnya.
Narasumber utama webinar ini, Etin Anwar, memberikan paparan terkait moderasi beragama. Perempuan kelahiran Tasikmalaya ini mengungkapkan tiga poin penting dalam pembahasan moderasi beragama dalam webinar ini. Ketiga poin ini meliputi pembahasan mengenai Islam wasathiyah dari pengalaman berbagai negara di dunia, Islam santun dan moderat sebagai dasar lahirnya perdamaian, dan moderasi beragama dalam perspektif Islam dan agama-agama dalam membangun kehidupan toleran antaragama.
Selanjutnya, beliau juga menambahkan ketersambungan antara moderasi beragama dan Indonesia. “Moderasi di Indonesia itu berkaitan dengan moderasi di dunia. Sehingga sangat penting bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari gerakan moderasi dunia, dan saya yakin itu sudah terjadi,” jelasnya.
Menyetujui argumen yang disampaikan oleh Etin Anwar, narasumber kedua Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa moderasi Islam itu bukan respon terhadap 9/11 tetapi ia menjadi bagian dari cara berdialektika dengan budaya dan kultur kebhinekaan serta dengan sejarah keragaman agama-agama di negeri ini. Maka negara Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai etnis, bahasa, budaya, dan agama memungkinkan lahirnya konsep moderasi beragama.
“Moderasi Islam itu merupakan suatu khidmat Islam Indonesia, maka tentu saja saya sangat berterima aksih kepada IAIN Kediri yang mulai memiliki kepercayaan diri untuk mengenalkan kepada dunia, terutama saya dan Prof. Etin yang akan menjadi tugas duta besar,” jelas pria lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini.
Fauzan Saleh selaku Guru Besar IAIN Kediri menambahkan bahwa muslim Indonesia sangat berutang budi kepada para tokoh seperti Gus Dur dan Cak Nur yang telah mengupayakan bagaimana Islam menjadi budaya dan pedoman perilaku yang kokoh. “Yang perlu kita lakukan adalah mengakomodasi bagaimana kita menerima modernitas dengan pendekatan-pendekatan yang ilmiah sehingga di dalam mengimplentasikan ajaran Islam, memahami Islam, kita lebih mampu beradaptasi dengan dinamika zaman dengan perkembangan sosial budaya politik yang berkembang di tanah air kita,” imbuhnya.
Mengakhiri webinar ini, Taufik Alamin selaku moderator menyimpulkan bahwa moderasi bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Moderat bukan sekadar cenderung mengarah pada keterbukaan dan kebebasan. Bersikap moderat berarti merangkul, bukannya melawan saudara-saudara lain yang tidak sepaham.
Sumber: Humas IAIN Kediri
Penulis: Zuhrufi Latifah
Editor: Ropingi el-Ishaq