Kementerian Agama ( Kemenag) tengah mensosialisasikan cara pandang dan sikap beragama yang Wasathiyyah ( moderat) dalam berbagai level. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. program pengarusutamaan moderasi beragama ini sangat penting dan merupakan sebuah solusi untuk menciptakan kehidupan beragama yang damai dan rukun di Indonesia.
Moderasi beragama merupakan fokus utama Kemenag dalam rangka melawan radikalisme dan ekstremisme. Hal ini dimulai dari unit terkecil yakni seperti keluarga, bimbingan perkawinan dan merambah ke unit pendidikan, perkantoran, pemerintahan sampai moderasi beragama dalam konteks berbangsa dan bernegara. Salah satu ikhtiar sosialisasi moderasi beragama yang dilakukan Kemenag adalah menyiapkan instruktur nasional moderasi beragama. Hal ini dilakukan kemenag yaitu Ditjen Pendidikan Islam melalui Pendidikan Instruktur Nasional Moderasi Beragama (PIN-MB) di Ciputat. Acara yang diikuti dosen dan mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) seluruh indonesia ini berlangsung empat hari, 27-31 Desember 2019.
Dalam Acara tersebut, IAIN KEDIRI mengirimkan delegasi 3 orang yang terdiri dari 2 dosen dan 1 mahasiswa. Mereka adalah Dr. Limas Dodi, M.Hum, Mahfudhotin, M.Si dan Saddad Muhibbi.
PIN-MB dibuka Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam Imam Safei. Menurutnya, kegiatan ini dimaksudkan bertujuan mendiseminasikan spirit moderasi beragama melalui institusi pendidikan tinggi. “Produk pendidikan tinggi akan mengisi di berbagai lini profesi; mulai dari perkantoran, pendidikan, bahkan ranah agama,” ujar Imam di Tangerang, Jumat (27/12).
Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Islam Ruchman Basori berharap para alumni PIN MB dapat menjadi penyeimbang informasi di tengah masyarakat, utamanya di media sosial. “Kementerian Agama sering menjadi objek kritikan atas kebijakan moderasi ini. Kami memerlukan energi tambahan untuk menjelaskan ke tengah-tengah masyarakat,” kata Ruchman menegaskan.
Kegiatan pendidikan ini menghadirkan instruktur kebangsaan pusat seperti Adnan Anwar, Rumadi Ahmad, Marzuki Wahid, M. Aziz Hakim, Aceng Abdul Aziz, Mahrus El Mawa, A. Suaedy, Ulil Abshar Abdala, Munajat, dan lainnya. Materi yang disampaikan tekait keislaman, keindonesiaan dan kebangsaan.
Menyampaikan materi “Agama dan Beragama di Era Digital”, Gus Ulil memetakan dampak era digital terhadap cara beragama masyarakat. Salah satu yang paling terasa adalah runtuhnya otoritas keagamaan, pudarnya afiliasi terhadap lembaga kegamaan, menguatnya individualisme.
Selain itu, lanjut Ulil, pluralisme juga berubah menjadi tribalisme dan muncul gejala “tinkering”, yaitu: gejala mengutak-ngatik agama tapi tanpa dibekali dengan kompetensi.
Karena itu, Gus Ulil mendorong agar dosen, para cendekiawan, dan agen moderasi, terlebih yang memiliki latar belakang santri untuk tidak ragu tampil membuat konten di media sosial. Agen moderasi harus ikut berkompetisi dalam membentuk ruang ketokohan dan tidak ragu berani menonjolkan diri (asertif).
Belajar dari Muhammadiyah Selain pelatihan dalam kelas, peserta PIN-MB juga mendapat kesempatan berkunjung ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menurut Ruchman, kunjungan ini dimaksudkan agar peserta mendapatkan bekal praktik dari yang sudah dilakukan Muhammadiyah dalam melakukan counter terhadap radikalisme.
Belajar dari NU Selain kepada Muhammadiyah, peserta PIN-MB juga diberi kesempatan menimba ilmu dan pengalaman dalam mengawal moderasi beragama kepada Nahdlatul Ulama (NU). Dipimpin, Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan Ruchman Basori, mereka diterima Wakil Katib Syuriyah NU KH. Mujib Qulyubi dan pengurus Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU) Mastuki.
Kegiatan PIN-MB ditutup dengan evaluasi program dan penyusunan rencana tindak lanjut RTL oleh para peserta dosen sebagai instruktur nasional untuk dilaksanakan di masing-masing unit kerjanya di PTKIN. Di antara RTL yang dihasilkan adalah berkaitan dengan program serta kegiatan di ranah advokasi, konseling, penelitian dan pengabdian masyarakat. (am-mahfudhotin)