The Blog

IAIN Kediri Newsroom – Kolonialisme Belanda saat itu memiliki nalar ingin mengambil pengetahuan tentang masyarakat lokal Indonesia, dalam konteks untuk melanggengkan kekuasaan mereka di tanah air.

Hal tersebut disampaikan oleh Irfan Afifi penulis Buku Saya, Jawa, dan Islam saat menjadi narasumber Kuliah Umum “Agama dalam Silang Budaya Mataraman” yang diakan oleh Program Studi SAA (Studi Agama Agama) IAIN Kediri, di aula lantai tiga gedung FUDA (Fakultas Ushuluddin dan Dakwah) Kamis (27/02/2020).

“Belanda merasa Islam itu adalah ancaman terhadap kolonialisme. Nah, mereka (Belanda) merasa kemudian berkepentingan untuk memisahkan identitas Islam dan kejawaan”, ucap Irfan Afifi.

Dalam paparannya Irfan Afifi mengatakan, Jawa dan Islam merupakan ancaman serius bagi masa kolonialisme. Oleh sebab itu, menurut Irfan pasca Perang Diponegoro banyak Bupati atau pemimpin yang dipilih oleh Belanda adalah yang tidak menonjolkan syariat keislamannya.

Irfan Afifi menambahkan dari hal tersebutlah Belanda mendirikan Institut Budaya dan Bahasa Jawa di Solo. Dan menurut Irfan Institut tersebut merupakan Institut pertama pengkajian Jawa.

“Itu (Institut Budaya dan Bahasa Jawa) sebelum berdirinya Universitas Leiden maupun Delft di Belanda. Jadi pusat pengkajian Jawa pertama itu sebenarnya bukan di Belanda tapi di Surakarta, itu yang bikin Orang Belanda,” ungkap Irfan Afifi.

Dekan FUDA IAIN Kediri Moh. Asror Yusuf menilai dengan dihadirkan Irfan Afifi serta tema yang diangkat memiliki kesesuaian dengan tema besar Islam yang ada di Indonesia yaitu Moderasi Islam. “Bicara moderasi tentu tidak bisa meninggalkan nusantara apalagi Jawa,” ujar Moh. Asror Yusuf di hadapan puluhan orang peserta hadir dalam acara ini. (red. humas/as)